Selasa, 05 Maret 2013

Barbie Doll


Barbie Doll
By: Margie Percy

This Girlchild was born as usual
And presented dolls that did pee-pee
And miniature GE stoves and irons
And wee lipsticks the color of cherry candy
Then in the magic of puberty, a classmate said:
You have a big nose and fat legs

She was healthy, tested intelligent,
Possessed strong arms and back,
Abundant sexual drive and manual dexterity
She went to and fro apologizing
Everyone saw a fat nose on thick legs

She was advised to play coy, exhorted to come on hearty,
Exercise, diet, smile and wheedle
Her good nature wore out
Like a fan belt
So she cut off her nose and her legs
And offered them up

In the casket displayed on satin she lay
With the undertaker’s cosmetics paint on,
A turned-up putty nose,
Dressed in a pink and white nightie
Doesn’t she look pretty? Everyone said
Consummation at last,
To every woman happy ending

Sepenggalan cerita di atas adalah cerita yang saya dapat di kelas reading hari ini. Sengaja saya tuliskan di blog karena menurut saya ini adalah cerita yang menggambarkan realita di kehidupan jaman sekarang, konsep kecantikan yang ironis.

Cerita Barbie Doll karangan Marge Piercy ini bercerita tentang seorang gadis yang dilahirkan biasa saja, sama seperti anak perempuan yang dimasa kecilnya mempunyai banyak mainan seperti boneka, perlengkapan alat masak, dan hal-hal lainnya yang menyenangkan untuk ukuran seorang gadis kecil. lalu seiring dengan berjalannya waktu, masa pubertas datang, lalu sang gadis cilik menjadi remaja dan mulai merasakan ketertarikan terhadap lawan jenis.

Kemudian hanya karena omongan seorang teman, “a classmate said you have a big nose and fat legs” (par.4).  sang gadis mulai dihadapkan dengan masalah klasik remaja putri, ‘tampil cantik’. Padahal di dalam cerita ini, sang gadis adalah seorang anak yang sehat, tangkas, cerdas, dan punya fisik yang baik. Namun hanya karena omongan seorang teman, dia menjadi resah dan mulai meminta maaf karena merasa kurang sempurna. Padahal mungkin saja apa yang dikatakan temannya itu tidak sepenuhnya benar. Namun semuanya percuma, semua orang tetap melihat dia sebagai seorang gadis berhidung besar dan berlengan besar.

Ditambah lagi dengan lingkungan social yang memberi saran untuk melakukan perubahan apabila kamu tidak suka dengan keadaan fisikmu sekarang, sang gadis lalu melalukan diet, dan segala latihan untuk membuat penampilannya menjadi lebih cantik lagi.

HIngga suatu hari dia merasa jenuh dan lelah dengan semua proses itu, lalu mengambil jalan pintas dengan melakukan operasi plastik pada hidung dan lengannya yang berhasil dengan baik namun berakhir tragis dengan kematian. Bisa  kita baca pada paragraph terakhir, sang gadis berakhir dengan terbaring di dalam peti, dengan gaun, make up dan wajah yang begitu sempurna cantiknya, selayaknya boneka barbie.


Sepenggalan cerita ini ingin menyampaikan betapa ironisnya konsep kecantikan di jaman ini yang membuat para wanita berlomba-lomba melakukan hal apa saja yang bisa membuat dirinya terlihat 
cantik meskipun hal itu sangat beresiko.

Dengan menggunakan judul “Barbie Doll”, sang penulis ingin menggambarkan semacam kesuksesan ironis yang dimiliki sang gadis. Seperti yang sudah kita tahu, boneka Barbie seringkali menjadi simbol dari kecantikan yang sempurna. Banyak wanita yang berusaha sebisa mungkin untuk menjadi cantik layaknya boneka Barbie. Namun seperti yang kita tahu, boneka Barbie adalah sebuah benda mati. Sama seperti sang gadis, dia berhasil menjadi cantik sama seperti Barbie, dan berakhir di dalam kotak. Boneka Barbie benda mati yang dipajang di dalam kotak Dan sang gadis yang berbaring sama di dalam kotak, peti mati. Keduanya sama-sama cantik, dan mati.

Kesimpulan dari cerita ini adalah agar kita menyadari tentang hal ironis seperti ini yang sering dianggap normal oleh orang-orang, namun sebenarnya hal yang terlihat normal ini merupakan sudah menjadi semacam “invisible pressure” yang dihadapi para wanita saat ini. kebutuhan untuk tampil cantik kadang membuat mereka bertindak diluar akal sehat. Operasi plastik, mengeluarkan banyak biaya hanya -untuk kosmetik, baju, salon,  dan hal-hal lainnya. Bukan berarti ini salah, namun tindakan seperti ini terlihat kurang bijaksana untuk dilakukan dalam kaitannya dengan ingin menjadi cantik atau ingin terlihat cantik. Menjadi cantik tidak seharusnya menyakitkan.
Tampil cantik memang perlu, tapi menjadi rasional dalam mempercantik diri juga perlu. Inner beauty akan lebih terpancar ketika seorang wanita bisa percaya diri dengan kondisi fisiknya sendiri dan tidak memaksakan diri untuk terlihat cantik. Be beauty as you are :) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar