Barbie Doll
By: Margie Percy
This Girlchild was born as usual
And presented dolls that did pee-pee
And miniature GE stoves and irons
And wee lipsticks the color of cherry candy
Then in the magic of puberty, a classmate
said:
You have a big nose and fat legs
She was healthy, tested intelligent,
Possessed strong arms and back,
Abundant sexual drive and manual dexterity
She went to and fro apologizing
Everyone saw a fat nose on thick legs
She was advised to play coy, exhorted to
come on hearty,
Exercise, diet, smile and wheedle
Her good nature wore out
Like a fan belt
So she cut off her nose and her legs
And offered them up
In the casket displayed on satin she lay
With the undertaker’s cosmetics paint on,
A turned-up putty nose,
Dressed in a pink and white nightie
Doesn’t she look pretty? Everyone said
Consummation at last,
To every woman happy ending
Sepenggalan cerita di atas adalah cerita
yang saya dapat di kelas reading hari ini. Sengaja saya tuliskan di blog karena
menurut saya ini adalah cerita yang menggambarkan realita di kehidupan jaman
sekarang, konsep kecantikan yang ironis.
Cerita Barbie Doll karangan Marge Piercy
ini bercerita tentang seorang gadis yang dilahirkan biasa saja, sama seperti
anak perempuan yang dimasa kecilnya mempunyai banyak mainan seperti boneka,
perlengkapan alat masak, dan hal-hal lainnya yang menyenangkan untuk ukuran
seorang gadis kecil. lalu seiring dengan berjalannya waktu, masa pubertas
datang, lalu sang gadis cilik menjadi remaja dan mulai merasakan ketertarikan
terhadap lawan jenis.
Kemudian hanya karena omongan seorang teman,
“a classmate said you have a big nose and fat legs” (par.4). sang gadis mulai dihadapkan dengan masalah
klasik remaja putri, ‘tampil cantik’. Padahal di dalam cerita ini, sang gadis
adalah seorang anak yang sehat, tangkas, cerdas, dan punya fisik yang baik. Namun
hanya karena omongan seorang teman, dia menjadi resah dan mulai meminta maaf
karena merasa kurang sempurna. Padahal mungkin saja apa yang dikatakan temannya
itu tidak sepenuhnya benar. Namun semuanya percuma, semua orang tetap melihat
dia sebagai seorang gadis berhidung besar dan berlengan besar.
Ditambah lagi dengan lingkungan social yang
memberi saran untuk melakukan perubahan apabila kamu tidak suka dengan keadaan
fisikmu sekarang, sang gadis lalu melalukan diet, dan segala latihan untuk
membuat penampilannya menjadi lebih cantik lagi.
HIngga suatu hari dia merasa jenuh dan
lelah dengan semua proses itu, lalu mengambil jalan pintas dengan melakukan
operasi plastik pada hidung dan lengannya yang berhasil dengan baik namun
berakhir tragis dengan kematian. Bisa
kita baca pada paragraph terakhir, sang gadis berakhir dengan terbaring
di dalam peti, dengan gaun, make up dan wajah yang begitu sempurna cantiknya, selayaknya
boneka barbie.
Sepenggalan cerita ini ingin menyampaikan
betapa ironisnya konsep kecantikan di jaman ini yang membuat para wanita berlomba-lomba
melakukan hal apa saja yang bisa membuat dirinya terlihat
cantik meskipun hal
itu sangat beresiko.
Dengan menggunakan judul “Barbie Doll”,
sang penulis ingin menggambarkan semacam kesuksesan ironis yang dimiliki sang
gadis. Seperti yang sudah kita tahu, boneka Barbie seringkali menjadi simbol
dari kecantikan yang sempurna. Banyak wanita yang berusaha sebisa mungkin untuk
menjadi cantik layaknya boneka Barbie. Namun seperti yang kita tahu, boneka Barbie
adalah sebuah benda mati. Sama seperti sang gadis, dia berhasil menjadi cantik
sama seperti Barbie, dan berakhir di dalam kotak. Boneka Barbie benda mati yang
dipajang di dalam kotak Dan sang gadis yang berbaring sama di dalam kotak, peti
mati. Keduanya sama-sama cantik, dan mati.
Kesimpulan dari cerita ini adalah agar kita
menyadari tentang hal ironis seperti ini yang sering dianggap normal oleh
orang-orang, namun sebenarnya hal yang terlihat normal ini merupakan sudah
menjadi semacam “invisible pressure”
yang dihadapi para wanita saat ini. kebutuhan untuk tampil cantik kadang
membuat mereka bertindak diluar akal sehat. Operasi plastik, mengeluarkan
banyak biaya hanya -untuk kosmetik, baju, salon, dan hal-hal lainnya. Bukan berarti ini salah,
namun tindakan seperti ini terlihat kurang bijaksana untuk dilakukan dalam kaitannya
dengan ingin menjadi cantik atau ingin terlihat cantik. Menjadi cantik tidak
seharusnya menyakitkan.
Tampil cantik memang perlu, tapi menjadi
rasional dalam mempercantik diri juga perlu. Inner beauty akan lebih terpancar
ketika seorang wanita bisa percaya diri dengan kondisi fisiknya sendiri dan
tidak memaksakan diri untuk terlihat cantik. Be beauty as you are :)