Selasa, 30 April 2013

Beda-Beda


Karena semua orang punya metode, tolak ukur kenyamanan, pemikiran, pendapat, dan pengalaman yang berbeda-beda. Mungkin ada yang merasa metode “the power of kepepet” lebih menguntungkan dirinya daripada metode  preparation yang dilakukan jauh-jauh hari sebelum deadline. Dan sebaliknya.



Kita sama sekali tidak berhak menjudge metode siapa atau bagaimana yang paling bagus. Semuanya tergantung pada hasil akhir. Tidak peduli sebagus atau seburuk apapun metode kamu, ketika hasilnya bagus, berarti kerja kamu bagus. That’s it. 

Senin, 29 April 2013

Kota Kupang dan Sinetron Si Doel


Hari ini saya menonton sinetron paling berkualitas yang mungkin pernah dimiliki Indonesia, Si Doel. Buat saya pribadi, ini adlah sinetron yang benar-benar “real” dan tidak “lebay” seperti sinetron-sinetron sekarang. Alur ceritanya masuk akal dan setting suasana perkampungan, rumah khas betawi, dialek para pemain dengan kepolosannya masing-masing yang sangat nyata dan membuat kesan romantis setiap kali menonton kembali sinetron ini.
Ada satu hal menarik yang saya temukan pada episode si doel siang ini. Ketika sarah dan doel sedang bercakap-cakap mengenai Jakarta dan orang betawi. Sarah yang ceritanya waktu itu baru pulang daru luar negeri lalu kemudian berkunjung ke rumah si Doel mengutarakan kerinduannya dengan suasana rumah Doel yang sangat tenang dan asli. Tapi doel dengan gayanya yang khas, membalas ungkapan kerinduan sarah dengan pesimistis mengenai keberadaan orang-orang betawi yang mungkin di masa depan nanti terpaksa dipinggirkan oleh perkembangan zaman. Dia sepertinya sudah bisa mengira-ngira apa yang akan terjadi di masa depan. Ketika kampungnya yang asri dan rindang mungkin bisa hampir musnah tergantikan real estate dan gedung-gedung mewah hasil kerja para investor. Dia juga mengatakan sedikit kesedihan mengapa Jakarta yang menjadi Ibukota Indonesia dan bukan daerah-daerah lain.
Dari episode siang ini, saya terkesan dengan ide cerita sang sutradara dalam menyampaikan pesan moralnya. Mungkin apa yang dikatakan Dul kepada Sarah adalah salah satu bentuk antisipasi yang sayangnya tidak terlalu direken dan berakhir seperti yang kita lihat sekarang ini, terlebih dengan kesedihan si Doel mengenai Jakarta yang harus menjadi Ibukota. Hal ini membuat saya sadar bahwa sebenarnya orang-orang betawi sudah secara tidak langsung mengorbankan kampung halaman mereka untuk menjadi ibukota dan berakhir dengan padatnya gedung-gedung besar yang membuat mereka; bisa dibilang hampir tersingkirkan. 
Pemikiran seperti ini lalu mengantar saya kepada kesimpulan mengenai kampung halaman saya Kota Kupang. Ketika menginjak kota-kota besar dan menyaksikan perkembangan yang terjadi didalamnya, ada semacam keinginan untuk menjadikan kampung halaman sama majunya seperti kota-kota besar ini. Dengan gedung-gedung bagus dan tinggi. Tapi setelah melihat episode ini, muncul kekhawatiran akan kehilangan seperti yang dirasakan masyarakat betawi sekarang. Kalau kota Kupang menjadi kota besar, mungkin saja lokasi-lokasi romatis masa lalu malah tergantikan dengan gedung-gedung besar yang malah tidak memberikan akses kepada masyarakat asli itu sendiri.



Menyaksikan kondisi kota kupang sekarang, kekhawatiran ini saya rasa juga bisa diperhitungkan. Melihat perkembangannya yang semakin dipenuhi dengan hotel-hotel disepanjang pesisir pantai yang dulunya adalah tempat hiburan bagi masyarakat di sore hari. Memang belum sebagian besar yang dibangun hotel. Namun tidak tertutup kemungkinan apabila suatu saat nanti justru malah dipenuhi dengan hotel dan tidak ada lagi akses hiburan khususnya ke pantai yang Gratis karena semuanya sudah dipenuhi dengan hotel dan bangunan-bangunan besar lainnya.
Menyikapi kekhawatiran ini, saya pribadi hanya bisa berharap semoga kedepan Kota Kupang bisa berkembang menjadi Kota yang maju dengan mempertahankan segala asset dan budaya yang memang seharusnya dipertahankan. Mengenai pembangunan, tidak dapat disangkal bahwa hal itu perlu. Namun yang lebih penting dari itu adalah hendaknya segala pembangunan itu berlandaskan kesejahteraan masyarakat Kota Kupang dan bukan pihak lain. Selain itu, semoga kedepannya akan ada kesadaran dari warga kota kupang sendiri mengenai kekhasan Kota Kupang yang unik dan tidak perlu digantikan dengan hal-hal yang menunjukkan kemajuan yang sebenarnya tidak begitu penting untuk mereka. Akan sangat menyenangkan apabila Kota Kupang tetap menjadi kota karang yang asli dengan masyarakatnya yang berpikiran cerdas. Karena orang yang cerdas tau dengan pasti, apa yang harus mereka pertahankan dan apa yang harus dirubah demi kepentingan bersama. 

Minggu, 21 April 2013

Social media dan Era Pencitraan


Karena pada akhirnya, social media berpengaruh pada segala aspek. Salah satunya pencitraan. Sekarang ini adalah era social media.  Khususnya untuk orang Indonesia, hampir sebagian besar masyarakatnya pasti punya akun-akun di setiap social media yang sedang “In” saat ini. Lebih spesifik lagi kaum muda. Sudah menjadi hal yang sangat penting untuk anak muda sekarang untuk memiliki akun di social-social media tersebut. Sebut saja facebook, twitter, Instagram, Tumblr, Line, Whatsap, Line, WeChat, dan sejenisnya. Sampai kepada kebutuhan membeli perangkat komunikasi saja, hal-hal ini menjadi salah satu pertimbangan untuk membelinya. Umumnya saat ini, handphone-handphone yang memeberikan fasilitas untuk mengakses social media di atas lah yang paling laris.
Berangkat dari masalah ini, muncullah fenomena baru yaitu Kebutuhan anak muda sekarang yang kebanyakan adalah kebutuhan untuk membuat “pencitraan”. Kegiatan dalam rangka mendapatkan pengakuan dari sosial, kebanyakan tak lagi dari partisipasi mereka terhadap sosial namun dari apa yang mereka miliki dan mereka tunjukkan lewat social media. Ujung-ujungnya, Menjadi sangat penting untuk memiliki benda-benda yang “bernama” tanpa memikirkan kebutuhan benda itu sendiri apakah penting atau tidak. Karena pada akhirnya, semua yang dikonsumsi adalah “prestigenya” bukan “kegunaannya”.
Sekarang semuanya kembali pada kita masing-masing. semuanya tidak salah, hanya menurut saya pribadi, hal seperti itu masih kurang begitu bijaksana ditambah dengan biaya yang tidak sedikit dalam proses pemenuhan keinginan semacam itu. Tapi semuanya kembali kepada pribadi masing-masing. mungkin memang ada yang merasa puas dan memang mampu untuk memfasilitasi kepuasan seperti itu. tapi mungkin ada yang punya cara sendiri untuk mendapatkan pengakuan dari sosial alias anti mainstream. Hidup ini pilihan. Pertimbangkan dan jadi dirimu sendiri J




Selasa, 09 April 2013

KORSA dan Melindungi


Saya juga pernah diajarkan jiwa korsa ketika bergabung dengan pasukan pengibar bendera merah putih semasa SMA. Diajarkan mengenai kebersamaan dan persaudaraan yang tinggi.  
Mungkin memang jiwa korsa yang dimiliki para anggota KOPASSUS itu sangat kuat. Begitu kuatnya hingga membunuh rakyat sipil demi jiwa korsa kepada sesama anggota KOPASSUS.
Ketika malam ini saya mendengar statement dari salah seorang mantan pangdam kopasus diponegoro yang mengatakan bahwa anggota mati demi komandan, begitu pula komandan mati demi anggotanya.  Ini adalah pernyataan  yang secara tidak langsung menjelaskan bahwa itulah salah satu bentuk dari jiwa korsa yang dimiliki KOPASUS. Betapa kuatnya jiwa korsa yang mereka miliki, hingga matipun mereka tak takut, demi jiwa KORSA.
Yang menjadi pertanyaan saya pribadi, apa sebenarnya yang menjadi alasan sehingga pada zaman dahulu dibentuk pasukan yang bernama KOPASUS?
Mereka bilang untuk melindungi ketahanan Negara.
Negara yang notabene ada unsur “Rakyat” didalamnya.
Sekarang, ketika demi jiwa korsa mereka tega membunuh “Rakyat Sipil” ??
Lalu siapa sebenarnya yang mereka lindungi? Rakyat kah? Atau sesama anggotanya ??

hanya bisa berdoa,
semoga semuanya akan baik-baik saja